mochamadsholehudin

give a opportunity and give me a chance and to make mistakes


1 Komentar

Kualitas Pendidikan; Guru atau Kurikulum ?

Makin banyak orang pintar di negeri ini, pendidikan makin dikebiri oleh banyak kepentingan. Makin maju bangsa ini, pendidikan makin jadi polemik. Itulah potret pendidikan di Indonesia. Kurikulum 2013, sebagian kalangan minta dibatalkan Ujian Nasional (UN) yang penuh karut-marut menuai kritik keras. Belum lagi soal komersialisasi pendidikan berlabel standar nasional-internasional yang tak kunjung tuntas. Mau ke mana arah kualitas pendidikan kita?

Kurikulum 2013, sudah menjadi ketetapan pemerintah akan dilaksanakan pada Juli 2013 mendatang. Konon, Kurikulum 2013 ini memiliki inti pada pembelajaran yang sederhana dan didasari orientasi pembelajaran yang tematik-integratif. Harapannya, mampu mencetak generasi yang siap dalam menghadapi tantangan masa depan. Siswa dituntut agar mampu dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang dipelajari. Targetnya, siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang lebih baik. Lebih kreatif, inovatif, dan produktif. Anggaran sebesar Rp. 2,5 Triliun pun siap digelontorkan untuk penerapan Kurikulum 2013 ini. Di atas kertas, tujuan Kurikulum 2013 sangat ideal, tidak perlu dibantah.

Lalu, mengapa beberapa organisasi guru yang menolak Kurikulum 2013. Ya, karena Kurikulum 2013 dinilai membingungkan guru saat implementasi dalam kegiatan belajar di kelas. Diduga, Kurikulum 2013 menjadikan guru tidak kreatif, tidak inovatif, sangat bergantung pada kurikulum. Sinyalemen banyaknya mata pelajaran yang dihapus juga dapat mengakibatkan ratusan ribu guru kehilangan pekerjaan. Mematikan kompetensi yang dimiliki guru. Dan yang paling penting, guru sebagai ujung tombak pembelajaran di kelas tidak dilibatkan dalam penyusunan Kurikulum 2013. Kok, bisa guru tidak dilibatkan?

Kurikulum 2013 mengundang pro dan kontra. Bongkar pasang kurikulum pendidikan di Indonesia adalah tradisi. Mulai dari CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006, Kurikulum 2008, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) hingga Kurikulum 2013 yang akan diterapkan. Namun, kita tidak boleh kehilangan akal sehat untuk tetap berpegang pada pendidikan sebagai proses untuk membentuk jati diri manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki sifat, sikap, dan perilaku yang membebaskan dirinya dari ketaidaktahuan. Jadi, dari mana kualitas pendidikan harus dimulai, dari gurunya atau kurikulumnya?

Fakta pendidikan hari ini adalah cara belajar siswa semakin merosot tajam. Kreativitas siswa terbelenggu. Sebagian besar siswa sekarang ini tidak cinta belajar. Kurikulum semestinya mampu mengajak siswa agar bersemangat dalam belajar. Guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan suasana belajar yang bergairah. Hari ini, kita membutuhkan kurikulum dan guru yang mampu menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan.

Belajar bukan untuk mendapat nilai yang bagus. Belajar tidak hanya untuk mempersiapkan ujian. Karena itu, pendidikan yang mengedepankan kompetisi dalam belajar harus dibuang jauh-jauh. Orang tua tidak perlu memasukkan anaknya ke bimbingan belajar hanya untuk menggapai rangking di kelas. Atau hanya untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Fenomena inilah yang menjadikan siswa takut dalam belajar. Siswa sering mengalami stres dan tekanan mental dalam belajar. Konsekunsinya, siswa makin tidak senang belajar.

Dalam konteks ini, kurikulum jenis apa pun seharusnya menjadi perangkat yang mampu membuat belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan siswa. Oleh karena itu, senang atau tidaknya siswa dalam belajar sangat bergantung pada guru. Kurikulum sebaik apapun tidak akan berhasil tanpa dukungan guru yang kompeten, guru yang kretaif dan mampu menggairahkan suasana belajar. Ruang guru untuk berkreasi dalam kegiatan belajar di dalam kelas harus dihidupkan. Guru adalah basis pendidikan, guru yang menjadi aktor utama kualitas belajar. Kurikulum berubah-ubah terus tidak masalah asalkan guru tetap kreatif dalam mengajar. Dalam belajar, hitam putihnya siswa adalah hak guru.

Kualitas Guru
Belajar bukanlah proses untuk menjadikan siswa sebagai ahli pada mata pelajaran tertentu. Siswa lebih membutuhkan pengalaman dalam belajar, bukan pengetahuan. Karena itu, kompetensi guru menjadi syarat utama tercapainya kualitas belajar yang baik. Guru yang kompeten akan meniadakan problematika belajar akibat kurikulum. Kompotensi guru harus berpijak pada kemampuan guru dalam mengajarkan materi pelajaran secara menarik, inovatif, dan kreatif yang mampu membangkitkan kegairahan siswa dalam belajar.

Guru yang kompeten adalah guru yang dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi unit pelajaran yang mampu menembus ruang-ruang kelas. Kelas sebagai ruang sentral interaksi guru dan siswa harus dibuat bergairah. Kurikulum tidak semestinya mengungkung kreativitas guru dalam mengajar. Kurikulum, yang katanya sudah memadai harus benar-benar dapat diwujudkan dalam praktik kegiatan belajar-mengajar yang optimal, tidak hanya menjadi simbol dalam memenuhi target pembelajaran.

Kesan pembelajaran di sekolah saat ini hanya mengarah pada penguasaan materi pelajaran harus dapat diubah menjadi kompetensi siswa. Guru sebaiknya menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Cara mengajar guru yang sekadar duduk di depan kelas atau bertumpu pada ceramah menjadi bukti kurangnya kompetensi guru. Penciptaan suasana belajar yang dinamis, produktif, dan profesional harus menjadi spirit bagi para guru.

Perubahan kurikulum dengan tujuan besarnya akan sia-sia apabila mindset guru tidak berubah. Kreativitas guru harus menjadi model bagi siswanya. Guru tidak perlu text book terhadap kurikulum agar alokasi pembelajaran yang diarahkan tercapai. Guru tidak boleh nyaman dengan cara belajar yang satu arah. Guru tidak lagi dapat bertahan pada otoritas belajar yang berlebihan. Bahkan guru harus mampu membuka ruang siswa menjadi aktif belajar dan banyak bertanya di kelas. Apalagi saat ini, ada kesan guru makin tidak berkembang, hanya datang, mengajar, pulang dan lebih sibuk dengan urusan profesi keguruannya.

Di sisi lain, sikap guru dalam mengajar juga patut mendapat perhatian. Banyak sikap guru yang tidak bangga terhadap mata pelajaran yang diajarnya. Saat ini banyak guru yang mengajar tidak dengan hati. Guru dianggap hanya profesi. Siswa makin acuh dalam belajar karena siakp guru yang tidak antusias dalam mengajar. Apalagi penguasaan materi ajar yang minim. Guru harus mereformasi sikapnya sendiri dalam mengajar. Beberapa sikap guru yang penting dalam konteks belajar di masa sekarang adalah: a) orientasi belajar yang lebih praktis, b) bertumpu pada siswa dalam memperoleh pengalaman, c) kreasi guru dalam mengajar harus lebih luas, d) penyederhanaan materi pelajaran, dan e) metode belajar yang menarik dan menyenangkan.

Kurikulum memang penting tapi tidak memiliki urgensi yang tinggi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Justru, kualitas dan kompetensi guru yang harus menjadi acuan. Karena itu, sebaiknya kita fokus dalam mengembangkan kualtas dan kompetensi guru. Bukan membuang energi memperdebatkan kurikulum. Bukankah kurikulum sangat tergantung pada pelaksananya. Memang, ada banyak hal masih harus dibenahi dalam persoalan guru. Karena kualitas pendidikan ada pada guru. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2013 !!


Tinggalkan komentar

selamat berjuang….. anakku

Ujian Nasional tingkat SMP kian mendekat

Setiap sekolah telah mempersiapkan anak didiknya

Namun

Beda sekolah …beda cara

Sekolah perkotaan mungkin tak terlalu cemas

Selain pelajaran tambahan di sekolah,

Para siswanya sudah les di luar secara mandiri

Atau

Mendatangkan guru privat ke rumah

Sesuatu yang TAK AKAN pernah terjadi di sekolah kami

Yang “hanyalah” anak-anak gunung

Berkulit legam karena terbiasa berjalan menuju ke sekolah sejauh 2-3 km

Bila sekolah diperkotaan, guru berusaha mengubah nilai siswanya

Dari 9 menjadi 10

Maka kami di poentjak goenoeng, mengubah nilai siswa dari 3 menjadi 3 atau 6

Jangan dilihat dari nilai akhir

Namun lihatlah berapa besar perubahannya…

Itulah anak-anak kami

Yang selain bersekolah, harus membantu orang tua mereka di sawah

……………..

Dan

Hari ini, saya sangat bangga dengan anak-anak (siswa) saya

Anak kami kelas 9 (4 kelas/130-an anak) berpuasa sunah hari Kamis

Subhanallah….

Saya tak dapat membayangkan, wajah-wajah nan lugu

 

Berjalan kaki pulang 2-3 km di teriknya siang sambil menahan lapar dan haus

Sempat saya bertanya, kenapa mereka puasa….

“kami tak berdaya, Pak…tanpa bantuan dari Allah…

Kami yakin Allah akan memberi yang terbaik buat hambanya yang taat..”

Lalu saya bertanya ke salah satu anak

“Tadi kamu sahur?”

Ternyata mereka sahur ala kadarnya…

Beberapa malah hanya cuma minum air Putih

Yang lebih membanggakan lagi

Mereka akan membiasakan diri puasa Senin Kamis…

………………………….

Ya Allah…terimalah ibadah anak-anakku

Berilah mereka yang terbaik di ujian nanti……


Tinggalkan komentar

antara suara hati dan realita…

Beberapa hari yg lalu saya dapat sms dari seorang teman. Isinya seperti ini:

“Passion is not what you are good at. It’s what you enjoy the most.”
Sebagai sarjana MAgister Pendidikan galau Indonesia kalimat itu membuat tendensi saya langsung mengarah ke masa depan. Kebetulan belakangan ini saya banyak berdiskusi beberapa teman mengenai masa depan. Saat ini, saya memang sedang mengalami fase ‘future disoriented’ dimana saya bahkan tidak tahu apa yang saya inginkan. Benar-benar hilang arah.
Dan kata ‘passion’ itu membuat pertanyaan ‘apa yang saya inginkan?’ menganak-pinakkan pertanyaan-pertanyaan lain yang semakin memburamkan pandangan akan masa depan saya sendiri.
Saya mau jadi apa setelah saya lulus PAsca Sarjana Pendidikan ?
kerja di Tata Usaha nyambung tidak dengan bidang yang biasa saya pelajari ?
Kamu seneng di bagian apa?
Minatmu di bidang apa?

demikian seterusnya…

passion_worlds-

Passion atau Gairah adalah rasa emosi yang intens yang menarik, antusiasme, atau keinginan untuk sesuatu. A strong affection or enthusiasm for an object.

Jika sudah begini, maka pertanyaannya akan bertambah. ‘Lhah, kamu merasa passion mu itu dimana to?’.
Ini memang bukan pertanyaan urgent yang harus ditanggapi secara seksama seperti halnya beberapa pertanyaan sebelumnya. Namun justru memikirkan jawaban dari pertanyaan ini merupakan suatu momentum yang sangat penting bagi seorang MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN  galau seperti saya. Suatu titik balik dimana saya merasa harus bergerak dari stagnansi saya ini dan mencari that damn stranger called passion.
Saya banyak dengar dari orang-orang ‘dewasa’ di luar sana-yang sudah menggapai ‘masa depan’ / mapan-mengenai  masa depan itu sendiri. Agar sederhana, mari kita ‘kemas’ masa depan ini dalam suatu bentuk konkret bernama ‘pekerjaan’. Kebanyakan dari mereka bilang ‘jauh lebih enak kuliah daripada kerja’, ‘ya beginilah dunia kerja, gitu2 aja’, ‘kerja tu suatu rutinitas yg membosankan’. hlaaahh….

Memang tidak sedikit juga yang benar-benar mencintai dan menikmati pekerjaan dan profesi mereka saat ini, walau keberadaan orang-orang tersebut terbilang cukup langka, selangka bensin bersubsidi.

Banyak orang mulai merasa terjebak dalam dunia kerja hanya karena mereka kebetulan ‘mengabdi’ pada instansi yang keliru atau berkarya di jalan yang salah. Pertanyaannya sekarang, ketika dunia kerja mereka hanya terasa sebagai sebuah jebakan, semacam pengingkaran suara hati, apakah passion itu masih bisa dirasa eksistensinya??
“Suara hati itu cuma bisa ngalah kalau sudah kepentok yang namanya realita”
Realita hidup, terlebih di Indonesia saat ini sedikit demi sedikit menggerus keberadaan suara hati, intuisi, visi-misi idealis dan cita-cita kreatif. Ketika orientasi di sini bukanlah karya melainkan target dan deadline, bukanlah kepuasan melainkan penilaian atasan, dan ukuran akan kesuksesan melulu hanya soal uang, is that poor passion still alive??
Jaman mau masuk kuliah dulu, saya masih sangat pasrah sama yang namanya intuisi. Dan tanpa bisa dijelaskan jika ditanya, akhirnya intuisi itu yang membimbing saya masuk fakultas Manajemen Pendidikan lalu menjadi Magister Manajemen Pendidikan Islam (Galau-ketika saya menulis ini)
Lalu, apakah intuisi yang sama juga bisa diandalkan ketika saya bekerja yang tidak sesuai dengan bidang saya? Atau saya harus banting setir seperti orang-orang ‘dewasa’ lain yang mulai berlari, chased by reality?? It sounds so damn pathetic, doesn’t it? Dan mengingat intuisi saya macet sampai saat ini (dan tebaklah,,macetnya justru karena kehidupan perkuliahan yang sungguh menyita waktu, menekan secara maksimal fungsi dan kerja otak serta menganak-tirikan intuisi. kehidupan perkuliahan yang saya pilih justru berdasarkan intuisi. duh ironisnya), saya mulai dibingungkan dan dibuat galau dengan kepentingan mencari kerja ini. Dalam hal ini dititik beratkan pada pekerjaan yang saya minati

Namun, terlepas dari kegalauan dan kebingungan itu, saya tidak mau merasakan hal semacam kalau kita main video game balapan mobil terus tiba2 ada tulisan di layar “Wrong Way” dengan tanda seru yang banyak dan berkedip-kedip terus tidak mau hilang sampai kita muter dan kembali ke jalan yang benar. Saya hanya tidak mau, ketika saya sudah bekerja nanti saya selalu dibayang-bayangi tulisan wrong way yang berkedap-kedip terus seperti di video game tadi. Saya hanya tidak mau keliru memilih jalan. Saya berharap saya bisa jadi salah satu dari sedikit orang beruntung yang bisa menemukan ‘passion‘ itu dan lalu memilikinya. Indahnya dunia jika kita punya pekerjaan dimana konteksnya tidak hanya tentang mencari nafkah, melainkan mencari kenikmatan, cinta dan kedekatan emosi antara kita dengan pekerjaan kita itu sendiri. Dengan demikian pencarian kita pun berujung dengan diperolehnya esensi dari kata passion itu sendiri, a strong affection or enthusiasm for an object. Dalam pekerjaan atau profesi apapun yang saya pilih nantinya, di situlah gairah saya tercurah… heeemmm,,sedapnya…

Akhirnya, sharing kegalauan hati ini saya tutup dengan kutipan kalimat yang cukup kontekstual untuk dipajang di sini.
“Kerjakan setiap pekerjaan anda dengan baik, dan anda akan mendapat kesempatan yang tepat untuk melakukan apa yang sesungguhnya anda dambakan” (Chicken Soup for The Woman’s Soul).Salam Galau!


Tinggalkan komentar

AKU BANGGA TERLAHIR SEBAGAI SEORANG WANITA. ..

ku bangga terlahir sebagai seorang wanita.
Begitu mulianya seorang wanita, sehingga Allah meletakkan surga di bawah telapak kaki seorang ibu.
Begitu mulianya seorang wanita, sehingga Allah men

yematkan wanita sholeha sebagai perhiasan dunia yang terindah.
Begitu mulianya seorang wanita, sehingga Rasul mengatakan seorang wanita sholeha lebih baik daripada 1000 lelaki yang sholeh.Aku lalu bertanya,
Sesungguhnya apa yang membuatku bisa begitu mulia?
Apakah ketika aku menjadi seorang wanita karir?
Apakah ketika aku bisa merebut posisi laki-laki di ranah pekerjaan?
Apakah ketika aku bisa menjadi pemimpin kaum lelaki?
Apakah ketika aku bergelar sarjana, master dan doktor?
Apakah ketika pesona tubuhku melenakan jutaaan pasang mata yang melihatnya?
Apakah ketika aku merasa bisa berdiri sejajar dengan kaum lelaki di sektor publik?Aku terlahir sebagai wanita yang kusadari memang ada yang berbeda.
Aku memiliki kelembutan untuk menyayangimu.
Aku memiliki kesabaran untuk menjadi sandaranmu.
Aku memiliki ilmu untuk membantumu.
Aku memiliki cinta untuk menjadikanmu nyaman dengan kehadiranku.
Aku memiliki rasa hormat untuk membuatmu menjadi dihargai.
Aku memiliki ketegasan untuk menjaga kehormatanku.Wanita menjadi mulia saat ia bisa menjadi seorang istri yang bisa mendukung perjuangan suami.
Menjadi seorang ibu yang bisa mencetak generasi idaman umat.
Menjadi anggota masyarakat yang bisa berperan dalam lingkungannya.
Dan menjadi seorang hamba yang takut pada Rabbnya.

Wanita menjadi mulia saat tak silau oleh bujuk rayu dunia.
Tak luntur oleh terpaan badai ujian.
Tak goyah oleh kilauan permata.
Tak runtuh oleh ganasnya gelombang badai kehidupan.
Dan menjadi sosok yang tegar sekuat batu karang.

Wanita menjadi mulia bukan karena balutan busana seksinya.
Ia menjadi mulia dengan hijabnya, hijab yang hanya akan dibuka pada orang yang layak untuknya.
Karena Ia laksana mutiara di tengah lautan, yang tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya,
bukan laksana bunga di pinggir jalan yang setiap orang bisa memetiknya bahkan membuangnya sesuka hatinya.

Wanita tak akan menurun kemuliannya saat tidak dianggap berkulit putih, bertubuh langsing, berambut lurus, berwajah cantik, dan berbarang merk mahal dan terkenal.
Tapi dia akan menunjukkan diri dengan akhlak mulianya, kelembutan hatinya, kesantunan lisannya, ketulusan senyumnya, keteduhan pandangannya, kecerdasan fikir dan emosinya, serta keteguhan sikapnya.

Wanita tak lebih menurun kemuliannya ketika Ia hanya menjadi ibu rumah tangga.
Bahkan itu adalah profesi paling mulia bagi seorang wanita, ummu warobatul bait, yang dimata para feminis dan pejuang gender tak ada nilainya.
Bukankah kemuliaan tertinggi hanya di mata Allah?
Dan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga adalah multiprofesi tanpa gaji tapi berpahala tinggi.
Di tangan seorang istrilah dukungan utama perjuangan suami, sandaran rasa lelah suami, tempat terindah keluh kesah suami, dan hiburan paling mujarab bagi suami.
Di tangan seorang ibu lah generasi dilahirkan, dipersiapkan, dididik dan diperhatikan.
Dialah madrasah pertama dan utama, yang melahirkan calon-calon generasi andalan umat.
Dialah manajer rumah tangga paling handal, direktur keuangan paling mumpuni dan partner paling hebat untuk keluarga, yang menjadikan rumahnya adalah baity jannati bagi siapa saja yang berada bersamanya.

Maka berbanggalah dengan peranmu wahai wanita, dan jadikanlah dirimu sebenar-benar perhiasan dunia.

Wanita dapat mengatasi beban lebih baik dari lelaki.
dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri.
dia mampu tersenyum ketika hatinya menjerit kesedihan.
mampu menyanyi ketika menangis.
menangis saat terharu.
bahkan tertawa ketika ketakutan.

Wanita berkorban demi orang yang dicintainya.
dia mampu berdiri melawan ketidak adilan.
dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.
dia gembira dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia.
dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran.

Wanita begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian.
tapi dia mampu mengatasinya.

Allah Azza Wa Jalla menciptakan seorang wanita.
ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa.

Allah Azza Wa Jalla membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia akan cinta dan luka serta lembut dalam memberikan kenyamanan pada cintanya.

Allah Azza Wa Jalla memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya.

Allah Azza Wa Jalla memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah.
dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh.

Allah Azza Wa Jalla memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan.
bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya.

Allah Azza Wa Jalla memberinya kekuatan untuk menyokong suaminya dalam kegagalannya.
sebagai tameng cinta pada sebuah luka hati untuk saling memiliki.
dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya.

Allah Azza Wa Jalla memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya.
tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu dan pilu.

Allah Azza Wa Jalla memberinya air mata untuk diteteskan pada saat bahagia itu datang, pada saat luka itu hilang. Air mata adalah salah satu cara dia menunjukkan, kegembiraan, kerisauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan.
Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan kapanpun ia perlukan.

Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya.
sosok yang ia tampilkan atau bagaimana ia menyisir rambutnya.
Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya.
karena itu adalah pintu hatinya, tempat dimana cinta itu ada.
Cintanya tanpa syarat….

hanya satu yang kurang dari wanita.
dia selalu lupa betapa berharganya dia….

Lembut mu tak berarti kau mudah dijual beli.
Kau mampu menyaingi lelaki dalam berbakti.
Lembut bukan hiasan bukan jua kebanggaan.
Tapi kau sayap kiri suami yang sejati.

Dibalik bersih wajah mu dibalik tabir dirimu.
Ada rahasia agung tersembunyi dalam diri.
Itulah sekeping hati yang takut pada illahi.
Berpegang pada janji mengabdikan diri.

Malu mu mahkota yang tidak perlukan singgasana.
Tapi ia berkuasa menjaga diri dan tidak ada siapapun yang akan boleh merampasnya.
Melainkan kau sendiri yang pergi menyerah diri.

Ketegasan mu umpama benteng negara dan agama.
Dari dirobohkan dan hanya dari dibinasakannya.
Kau mutiara terpelihara.
Mahligai syurga itulah tempatnya


Tinggalkan komentar

Kasih Sayangku Gratis…. Titik . !!!

Ada seorang anak yang mendapati ibunya yang sedang sibuk masak untuk keluarganya di dapur.

Lalu anaknya menuliskan sesuatu di selembar kertas untuk Ibunya, Ibu menerima kertas tsb & membacanya.

Ongkos upah membantu Ibu :- Membantu belanja ke warung 20rb
– Menjaga adik 20rb
– Membuang sampah 5rb
– Membereskan tempat tdr 10rb
– Nyiram bunga 15rb
– Nyapu lantai 15rb
———–
Jumlah seluruhnya : 85rbSelesai membaca, Ibu tersenyum, lalu mengambil pena & menjawab pertanyaan dari anaknya dan menulis dibelakang kertas yg sama :

– Mengandung selama 9 bln.
GRATIS
– Jaga malam karena kamu sedang sakit panas.
GRATIS
– Airmata yg menetes karena kamu masuk Rumah Sakit.
GRATIS
– Khawatir memikirkan keadaanmu dimanapun kamu berada.
GRATIS
– Menyediakan makan, minum, setrika pakaian & keperluanmu. Dan membersikan ketika kamu buang air kecil maupun besar.
GRATIS
——Jumlah Keseluruhan Nilai kasih sayangku.
GRATIS

Si anak membaca jawaban dari ibunya,,,,
Air mata anak berkaca-kaca berlinang, lalu dia memeluk ibunya dengan keras & berkata :

“Saya Sayang Ibu”.

Lalu dia mengambil pena & menulis dikertas :

“LUNAS”….”TITIK”

303977_475629119134963_1237567251_n


Tinggalkan komentar

Ooooooo….Ternyata… Penampilan itu perlu…….????

Disebuah kota kecil terdapat seorang pemuda lugu,  miskin, bahkan bisa juga dibilang kepribadiannya kurang menarik bagi siapapun yang melihatnya. tetapi pemuda itu relatif cerdas. segala macam buku dilahapnya. tentang politik, agama, komik dan novelpun pernah ia baca. segala pernik asem-manisnya hidup juga tak pernah luput dirasakannya pula. dihina sesama teman sebayanya, diolok2 karena kemelaratannya, dsb.

Singkat cerita, selain mengisi hari2 di sisa hidupnya dengan bekerja, dan bertetangga sebagaimana seperti pemuda2 lainnya.  pemuda itu tak henti2nya mengisi waktu luangnya untuk  menimba pengetahuan demi pengetahuan kepada siapa saja yang ditemuinya bahkan ia sampai kuliah hingga Pasca Sarjana (S2). dengan tujuan agar wawasan yang ia miliki semakin bertambah sebagai bekal bagi dirinya dan bagi orang2 disekelilingnya. mulai dari Rohaniawan, Cendekiawan, Dukun, Guru sampai Tokoh2 yang berkharisma/berpengaruh kepada masyarakat sekelilingnya pun juga pernah ditemuinya. tak lain dan tak bukan yang ia inginkan adalah  hanya ingin menambah ilmu, wawasan, dan pengetahuannya saja.

Seiring ia belajar tentang segala macam pengetahuan kepada orang2 yang pernah ditemuinya. ia juga tak lupa bahwa ia juga perlu teman untuk berbagi kepada sesama. di sebuah sekolahnya mengabdi  yang tak jauh dari tempat tinggalnya, ia melihat teman seprofesinya sedang asyik2 kongkow bareng di Ruang Guru ia pun menghampirinya sekedar berkata “Assalamu’alikum…. apa kabar” dll.

Singkat cerita, setiap kali sang pemuda itu menceritakan serta berbagi ilmu dan pengetahuan  yang ia dapatkan selama menimba ilmu, selama itu pula teman2nya menyangkal dengan alasan klasik. “siapa kamu..”. begitu juga ketika ia bercerita dan berbagi  kepada masyarakat disekitarnya. lagi2 mereka menyangkal sang pemuda itu. alasannya pun kurang lebih sama dengan alasan2 sebelumnya. “kamu itu siapa..” — “sok tahu, kamu!” — “ngawur, kamu! dsb, dst, dll.

lalu, ketika ada seorang tokoh yang berpengaruh dan sangat disegani oleh masyarakat didaerahnya, mereka justru lebih mendengar sang tokoh daripada dia. dan apa yang disampaikan oleh sang tokoh itupun kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan oleh sang pemuda.  padahal jauh2 hari pemuda lugu itu sudah mengatakannya. dalam Bathin ia bergumam. “Hehe.., ternyata menjadi tokoh yang dihormati dan disegani oleh banyak orang itu lebih didengarkan suaranya ketimbang saya.” –  ”Oh, ternyata Nama Besar itu perlu”

Akhirnya, sang pemuda itupun bisa memahami dan mengerti. dalam bathin ia tersenyum dan berkata “hehehe.. ternyata percuma dan buang2 waktu saja bila saya menyampaikan sesuatu atau apapun yang sifatnya bisa realitas atau apalah namanya; tapi jika saya tak punya ‘nama besar’, pasti tidak akan didengar dan pasti akan disangkal dengan beragam alasan2.” –

lanjut gumam bathin sang pemuda ”lantas, kenapa bisa demikian?, mungkin karena mereka melihat siapa yang mengatakannya, dan bukan apa yang dikatakannya/disampaikannya” –”tapi ketika ada seorang tokoh yang berkharisma, mereka akan selalu meng-IYA-kannya, meski kadang meragukan.”


Tinggalkan komentar

Kisah Teladan

Cerita ini diperoleh dari penuturan guru saya. Beliau menyampaikannya ketika saya diajar guru saya di pesantren Pondok Modern Gontor Ponorogo. Semoga menginspirasi kawan-kawan semua.
Seorang tukang tambal ban terbangun di tengah malam. Ketukan di pintu dibarengi dengan suara memanggil dari luar, membuyarkan mimpi. Udara malam benar-benar mengiris diding kulit, namun dia tetap ke luar.
Seorang laki-laki berdiri tepat di pintu bengkel sekaligus tempat tinggalnya. wajah lelaki asing itu kusut, nampak guratan kantuk di kelopak mata. Mungkin dia sudah lama berjalan menerobos gelap. Ingin pulang setelah berkeringat menyelesaikan pekerjaan. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, seonggok mobil hitam terbujur membisu.
“Ban mobil saya kempes”
Sebuah kalimat yang sudah biasa didengar tukang tambal ban. Tapi kalimat itu terasa sedikit berat di malam pekat yang diselimuti dingin.
Tukang tambal ban harus merapihkan hatinya. Sebagai manusia biasa dia merasakan kekesalan. Di tengah malam dibangunkan, hanya untuk menambal ban. Ongkos menambal tidak bisa mengembalikan lelap tidurnya. Uang 15,000 tidak setimpal dengan ketergangguan yang dia rasakan.
Setelah menyadari profesinya, ditambah lagi rasa kemanusiaan (orang miskin juga memiliki rasa belas kasihan kepada yang kaya, he…) tukang tambal ban mulai beraksi.
Setelah hampir satu jam, di tengah angin malam yang menusuk tulang si Tukang tambal berhasil menyelesaikan tugasnya. Ban mobil kembali bagus dan bisa membawa pergi si empunya kemana ia mau.
“Terima kasih pak, ini ongkosnya” Si tamu menyodorkan uang lembaran rupiah berwarna merah.
“Maaf pak, saya tidak punya kembaliannya.” mendengar jawaban tukang tambal ban, si tamu kebingungan. Isi dompetnya penuh dengan kertas berwarna merah. Sebenarnya ada di laci mobil uang receh, namun belum mencukupi tarif tambal ban.
Melihat tamunya kebingungan, si tukang tambal ban memecah kebuntuan.
“Sudah pak, nanti kapan2 kalau lewat sini, bapak bisa bayar.”
Si tamu tersenyum malu. Setelah membungkuk tanda hormat, dia menyalakan mobil dan pergi meningalkan tukang tambal ban.
Beberapa hari berlalu, minggu pun berganti. Tukang tambal ban tetap setia dengan profesinya. Menambal untuk menghidupi keluarga menjadi pilihan yang baik menurutnya. Dia sudah melupakan peristiwa terbangun tengah malam untuk menambal ban. Baginya ini hal lumrah, bentuk dari pengabdian terhadap profesi.
Saat tukang tambal ban duduk menunggu pelanggan, sebuah mobil berhenti di depan bengkelnya. Seorang laki-laki keluar, menguluk salam.
“assalamu’alaikum”
“Waalaikumsalam”
Laki-laki berdasi mengulurkan tangan. Dua tangan laki-laki berbeda profesi beradu.
“Bapak, masih ingat saya?”
“Maaf saya lupa.”
Si lelaki menceritakan kejadian tengah malam ketika ban mobilnya bocor. Pada saat itu dia sedang dikejar waktu. Berjalan tengah malam untuk memenuhi undangan klien bisnis. Sebuah perjuangan yang tidak sia-sia karena dia mendapatkan tender ratusan milyard.
“Alhamdulillah, berkat pertolongan bapak, saya sampai tempat tujuan tepat waktu. Maaf baru bisa kembali. Minggu lalu saya masih sibuk urus tender. Sekarang semuanya sudah selesai”.
Mendengar cerita tamunya, tukang tambal hanya tersenyum. Dia ikut senang dengan kebahagiaan orang yang pernah dia tolong tersebut.
“Sebagai rasa terimakasih saya kepada bapak, insaallah saya ingin membantu.”
“Tidak usah repot-repot, pak. Memang sudah tugas saya menambal ban kempes”
“Memang sudah menjadi tugas bapak, menolong. dan karena saya sudah ditolong, maka sekarang menjadi tugas saya untuk berterima kasih”
Ada hening di tengah lalu lalang kendaraan di jalan. Ada bisikan lembut di hati si tukang tambal ban. demikian juga terdesir bisikan lembut di hati si pengusaha yang pernah ia tolong.
“Saya berencana mendaftarkan bapak dan istri ke KBIH. Semoga tahun ini bapak dan istri bisa pergi haji. Semua biaya pemberangkatan dan juga persiapan menjadi tanggungan saya. Semoga bapak berkenan. Anggap saja ini panggilan langsung dari Allah agar bapak berziarah ke baitullah.”
Bulir air hangat merembesi mata tukang tambal ban. Dia tidak bisa berkata-kata. Mulutnya terkunci, lidahnya kaku. dalam hati dia hanya bisa bersyukur seraya melafadzkan talbiyyah. Sebuah doa yang ternyata sudah sampai pada Sang Pencipta. Allah sudah mendengar dan sekarang mengabulkan cita-citanya.

Labaik Allahuma Labaik
Labaika la syarika labaik


Tinggalkan komentar

Mengapa Bangsa Kita Kalah Kreatif dari Bangsa Barat.. ?

Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” (2001) yang dianggap kontroversial tapi ternyata menjadi “best seller”. (www.idearesort.com/trainers/T01.p) mengemukakan beberapa hal ttg
bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang.

1. Bagi kebanyakan org Asia, dlm budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan
harta lain). Passion (rasa cinta thdp sesuatu) kurang dihargai.
Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter,
lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan
seorang utk memiliki kekayaan banyak.

2. Bagi org Asia, banyaknya kekayaan yg dimiliki lbh dihargai drpd
CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang
menyukai ceritera, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin
jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau
dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila
perilaku koruptif pun ditolerir/ diterima sbg sesuatu yg wajar.

3. Bagi org Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci
jawaban” bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua
berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal
rumus2 Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan utk memahami
kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.

4. Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali
sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all
trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tapi
tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dlm
Olympiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada org
Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg berbasis
inovasi dan kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (KIASI) dan takut kalah (KIASU). Akibat-nya
sifat eksploratif sbg upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian
untuk mengambil resiko kurang dihargai.

7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa
penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam
seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi stlh sesi
berakhir peserta mengerumuni guru / narasumber utk minta penjelasan
tambahan.

Dalam bukunya Prof.Ng Aik Kwang menawarkan bbrp solusi sbb:

1. Hargai proses. Hargailah org krn pengabdiannya bukan karena kekayaannya.

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami
bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dgn banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk
apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihapalkan?
Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar2 dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya
pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi
tertentu yg lebih cepat menghasilkan uang

5. Dasar kreativitas adlh rasa penasaran & berani ambil resiko. AYO BERTANYA!

6. Guru adlh fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari
akui dgn bangga kalau kita tidak tahu.
7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan..sebagai orang tua kita
bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan
passionnya dan mensupportnya. Mudah2an dengan begitu, kita bisa
memiliki anak-anak dan cucu yang kreatif, inovatif tapi juga memiliki
integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi.


Tinggalkan komentar

Oh Pendidikan Negeriku ………….

Sebuah ironi nan pilu dalam pendidikan kita. Kemasygulan ironi itu berulang dan kian mengabaikan martabat pendidikan. Terbayangkankah guru memperlakukan siswanya seperti barang tak berjiwa? Hal itu dilakukan hanya demi kepentingan guru. Beginikah nasib pendidikan ketika uang begitu memobilisasi dinamika pendidikan?

Riwayat pendidikan kita diwarnai sejarah uang (gaji). Sampai lahirnya era Reformasi, gaji guru, khususnya guru PNS, demikian kecil. Reformasi telah membalikkan nasib guru, khususnya guru PNS. Pemerintah terus menaikkan gaji guru dan memberikan beragam tunjangan.

Niat meningkatkan kesejahteraan guru itu mulia. Sayang, begitu banyak guru yang belum selesai dengan dirinya. Kepahitan hidup panjang karena gaji kecil membuat mereka demikian dahaga uang. Jiwa mereka kian kerontang ketika panggilan jiwa sebagai pendidik nihil. Guru hanyalah sebuah pekerjaan.

Ketika pemerintah terus menaikkan gaji dan memberikan beragam tunjangan, mereka tergagap-gagap hingga mabuk. Mereka tak lagi berpijak kukuh karena nihilnya panggilan jiwa sebagai pendidik. Pengabdian dengan menjadi guru menjadi tema usang dan bahan olok-olokan.

Pada gelora nafsu meraup uang inilah sejumlah guru berubah karakter dari abdi menjadi budak. Abdi itu pemuja kehidup- an yang memuliakan martabat diri. Pilihan sikap dan tindakannya diorientasikan memuliakan kehidupan dan martabat diri. Orientasi hidup abdi adalah investasi jangka panjang.

Budak adalah kebalikannya. Sikap dan tindakan budak hanya untuk kepentingan jangka pendek lagi egoistis. Budak hanya akan bekerja bila tahu akan segera mendapat hasil/untung untuk dirinya. Budak tak peduli kalaupun pilihan sikap dan tindakannya menghancurkan martabat dan kehidupan.

Perilaku membudak (uang) ini tercecap pada kasus pembocoran soal ujian, proyek buku, dan pembangunan pengadaan fasilitas pendidikan yang amburadul, memberikan jasa manipulasi nilai, atau memecah jumlah kelas di sekolahnya demi memenuhi tuntutan minimal proyek sertifikasi. Juga ketika mereka terus menambah kelas dengan menerima sebanyak-banyaknya siswa tanpa seleksi agar mencapai target minimal jumlah mengajar untuk tuntutan sertifikasi. Tak peduli cara ini dilakukan di tengah sekolah-sekolah kecil miskin yang kian sekarat.

Ini tragedi pendidikan. Niat awal meningkatkan kesejahteraan agar guru kian bermartabat kini justru telah menjadi proses perbudakan (guru) yang justru menghancurkan martabat serta kehidupan.

Wahai Pengatur Negara……….

Negara tak bisa terus membiarkan dinamika pendidikan semacam ini. Guru itu lentera, penyuluh kehidupan. Ia hanya bisa jadi pencerah kehidupan bila dari kedalaman jiwanya terpendar terang. Itu terjadi ketika hidupnya dijangkarkan pada panggilan jiwanya sebagai pendidik.

Tak dimungkiri bahwa untuk hidup, guru membutuhkan pendapatan layak. Namun, hidup guru tak boleh berangkat dari situ. Pemerintah pun tak boleh terus membiarkan uang (gaji, tunjangan) demikian memesona bahkan memobilisasi pendidikan. Pertama, uang bisa membikin seseorang haus tak terpuaskan. Apalagi ia yang belum selesai dengan dirinya. Pendidikan yang dimobilisasi uang kian menyandera nurani guru. Mereka berubah dari abdi pendidikan menjadi budak uang.

Kedua, ternyata tak cukup niat baik menyejahterakan guru dengan terus meningkatkan gaji-tunjangan. Penerapan kebijakan itu telah membuat sejumlah guru sekolah bertindak tunanurani. Demi meraup uang, mereka tak peduli nasib sekolah sekitar. Kita bertanya masygul, di manakah tanggung jawab serta panggilan jiwa mereka mencerdaskan bangsa? Di mana pula solidaritas mereka dengan nasib sesama guru di sekolah sekarat/mati itu? Meraup rakus murid demi memenuhi target proyek sertifikasi telah mengubah realitas sekolah dari komunitas pemuja kehidupan yang cerdas menjadi gerombolan berseragam.

Ketiga, dinamika pendidikan yang dimobilisasi uang dalam praksisnya terbukti membuat perilaku sejumlah guru kian liar dan tunamoral, serta efektif membikin sekarat hingga mematikan sekolah-sekolah kecil. Kalau pemerintah membiarkan kondisi ini, niat awal meningkatkan martabat kehidupan lewat pendidikan berubah menjadi proses sistematis oleh negara yang membunuh sejumlah sekolah di negeri ini.

Inilah tragedi pendidikan sekaligus kejahatan keji negara berselimut kebijakan. Jangan biarkan nasib negeri ini dipertaruhkan dengan gegabah dan murah.

Sidharta Susila (Pendidik; Muntilan)


Tinggalkan komentar

education…… Important or No ?

It is very easy to explain importance of education. No human beings are able to survive properly without education. By the means of education only one’s potential can be used to maximum extent. Education tells men how to think, how to work properly, how to make decision. Through education only one can make separate identity. It is most important in life like our basic need foods, clothe and shelter. With the beginning we learnt how to interact with others, how to make friends because of education only. As I remember when my parents had enrolled my name in school not only I learnt the alphabets and numbers but also I made friends, interacted with them with teachers.

With further development you were faced with the sense of competition and desire and other such emotions and feelings, you also learnt to control these emotions and feelings. And also teaches how to act in different situations. Education is not just restricted to teaching a person the basic academics, say computers, mathematics, geography or history education is a much larger term.

If you want to find out the impact of education on any individuality, you better do an intense observation to the ways of well-educated people and then compare them with an illiterate man. You would get a clear picture of the education and its accurate concept. Education is one of the important factors which formulate the persona of a person. Education is a productive and beneficial factor in a person’s life. It is everyone’s right to get. The training of a human mind is not complete without education. Only because of education a man are able to receive information from the external humanity, to notify him with past and receive all essential information concerning the present.

When one travels around the world, one observes to what an extraordinary degree human nature is the same, whether in India or Australia, London, Europe or America.
Conservative education makes independent thinking extremely complicated. If we are being educated merely to achieve distinction, to get a better job, to be more efficient, to have wider domination over others, then our lives will be shallow and empty. If we are being educated only to be scientists, to be scholars wedded to books, or specialists addicted to knowledge, then we shall be contributing to the destruction and misery of the world.

We may be highly educated, but if we are without meaningful combination of thought and feeling, our lives are